Pesona Gunung Semeru
Catatan Perjalanan Oleh :
Abdul. Humul. Faaiz (El Capitan Indonesia)
(Foto : Faaiz/Elcapitan Indonesia) |
Dalam
Keganasannya, Tentunya semeru memiliki
pesona yang luar biasa. Bagi petualang yang datang berkunjung, akan disuguhi
bentangan alam indah yang dapat meluruhkan rasa penat karena menempuh
perjalanan yang cukup melelahkan. Semeru memiliki beberapa pemandangan luar
biasa. Mulai dari danau, perbukitan, savana serta gunung berpasir. Semua
memiliki daya tarik tersendiri. Salah satunya yaitu Pesona Danau Ranu Kumbolo
yang taka da habisnya. Banyak pendaki yang merindukan tempat itu. Salah satunya
saya berserta teman-teman.
Ranu Kumbolo dari arah timur. (Foto : Faiz / El Capitan Indonesia) |
Air danau yang hijau
kebiruan dan dikelilingi perbukitan menjadi sajian penyejuk mata. Di pagi hari,
terbitnya matahari yang tampak dari sela-sela bukit menjadi pemandangan yang
selalu dinanti di Ranu Kumbolo. Suara jepretan kamera saling beradu cepat
dengan naiknya matahari menghangatkan Ranu Kumbolo.
Danau yang menurut para
pendaki itu adalah surga Gunung Semeru, perlu dijaga kebersihannya. Tentunya
dibutuhkan kerja sama atar petugas balai dengan pendaki yang kerap mengunjungi
danau itu. Berat rasanya meninggalkan
danau itu. Namun perjalanan kami masih terus berlanjut.
Selepas
Ranu Kumbolo, perjalanan bisa dilanjutkan dengan mendaki Tanjakan Cinta. Konon,
jika kita bisa mendakinya tanpa berhenti dan tanpa menoleh ke belakang,
kebahagiaan akan diraih.
“Woiii….
tutup lensa siapa yang ketinggalan nihhhh,” teriak Seorang pendaki kepada
temannya yang tengah mendaki Tanjakan
Cinta.
Mendadak
beberapa orang diantaranya yang memiliki kamera DSLR menoleh ke belakang. merekapunpun
hanya senyum-senyum saja sambil duduk di atas ransel, Sejenak mereka yang
menoleh ke belakang terdiam dan saling berpandangan dan sejurus kemudian
berteriak-teriak, “Awassss yahhhhh…. !”.
Saya hanya tertawa-tawa melihat mereka karna berhasil membuat teman-teman mereka menoleh ke belakang. Selama beberapa jam kajadian it uterus berulang-ulang kali dilakukan oleh para pendaki bahkan pemandangan itu dijadikan tontonan bagi pendaki yang tengah beristirahan di ranu kumbolo.
Saya hanya tertawa-tawa melihat mereka karna berhasil membuat teman-teman mereka menoleh ke belakang. Selama beberapa jam kajadian it uterus berulang-ulang kali dilakukan oleh para pendaki bahkan pemandangan itu dijadikan tontonan bagi pendaki yang tengah beristirahan di ranu kumbolo.
Keindahan Di Balik Tanjakan Cinta
Perjalananpun
berlanjut. Di balik Tanjakan Cinta, hamparan padang rumput yang tingginya
mencapai hingga ke kepala dan dikelilingi perbukitan landai menjadi kejutan
berikutnya. Oro-oro Ombo namanya. Oro-oro dalam bahasa Jawa berarti tanah
kosong dan ombo artinya luas. Secara keseluruhan artinya tanah kosong yang luas.
Padang rumput ini menyajikan
keindahan berbeda pada setiap musim. Menurut Pendaki asal malang, Musim
penghujan adalah saat-saat baik dengan sajian bunga lavender merekah indah yang
membentang luas sepanjang Oro-oro Ombo.
Kawasan ini seperti permadani ungu.
Pada musim kemarau, bunga lavender mengering dan kawasan ini menjadi kuning
keemasan. Menyusuri kawasan ini sangat menyenangkan. Banyak petualang yang
menghabiskan waktu untuk berfoto narsis di sini. Tanahnya datar serta landscape
indah menjadi daya tarik tersendiri. Sayangnya saya tidak melihat pemandangan
itu.
Puncak Di Depan Mata di Kalimati
Menuju camp kali mati (Foto : Sudirman / El Capitan Indonesia) |
Selepas Oro-oro Ombo, kita akan
memasuki sebuah camp dimana para pendaki beristirahat sebelum menuju puncak
Semeru. Namun perlu perjuangan untuk sampai ke sana, butuh waktu 4 hingga 5 jam
untuk mencapai camp kalimati. Camp Kalimati menjadi kawasan para pendaki
berkumpul. Kalau di Oro-oro Ombo banyak ditumbuhi Lavender, maka di Kalimati
padang rumputnya di tumbuhi vegetasi supalpin Edelweiss. Dari Kalimati,
puncak Mahameru yang gagah menjulang tampak jelas dengan kekhasan konturnya
yang berpasir. Di kawasan ini terdapat sumber mata air terakhir sebelum menuju
puncak.
Dari Camp kalimati para
pendaki biasanya beristrihat menunnggu hinggal pukul 12.00, kemudian menuju
puncak, atau menginap lagi satu malam untuk memulihkan tenaga. Karena
perjuangan dan tantangan sebenarnya ada pada saat menuju puncak.
Saat itu saya bersama teman
saya mengambil keputusan untuk menginap satu malam karena kondisi yang tidak memungkinkan
untuk melanjutkan perjalanan. Ditambah lagi suhu yang tak biasa bagi saya dan
teman-teman memaksa kami untuk beristirahat penuh sebari mengembalikan tenaga
yang terkuras selama perjalanan seharian penuh. Suhu yang mencapai 4oC
itu tentunya sangat mempengaruhi kondisi fisik kami yang terbiasa dengan suhu
yang mencapai 40oC. Itu Suhu Rata-rata di Kota Kami Sulawesi Tengah.
Jaket tebal berlapis empatpun masih terasa dingin. Tidak sedikit para pendaki
sulit tidur akibat dinginnya camp kali mati. Sesekali beberapa pendaki
berteriak. “Panaaaaaasss….!!!” Candanya. Mendengar teriakan itu sedikit
menghibur saya, karena bukan hanya kami saja yang kesulitan dengan dinginnya
kalimati. Saat itu tepat pukul 02.00 (Subuh), dari dalam tenda saya mendengar
suara dari luar tenda kami, suara gerombolan orang yang melanjutkan perjalanan
menunuju puncak. rasa penasaran membangunkan saya dari tidur yang tidak lelap
akibat dingin itu. Sesekali saya membuka pintu tenda dan menutupnya lagi,
sayapun tidak mampu membuka pintu tenda lebar-lebar dikarenakan dinginnya angin
yang bertiup lembut namun menusuk hingga ke pori-pori wajah dan tubuh saya.
Sayapun mencoba untuk tidur lagi namun mata tak bisa lagi terpejam akibat
dingin dan juga tentu juga ada rasa penasaran suasana di luar tenda. Saya
terbangun lagi sambil mengintip kondisi di luar tenda, tidak ada orang terlihat,
hanya bara api yang hampir mati bekas api unggun para pendaki yang
beristrirahat menuju puncak. Muncul ide saya untuk mendekati bekas pembakaran
itu untuk menghangatkan tubuh saya. Dengan segelas kopi yang dan beberapa
batang rokok saya menyalakan api itu. Perlahan-lahan tubuh saya hangat, serasa
ingin berbaring di sampingnya di atas sebuah matras dan kantung tidur. beberapa
menit kemudian saat api yang tengah saya nyalakan beberapa pendakipun mendekat
ke api yang telah saya nyalakan tentunya dengan tujuan yang sama seperti saya
untuk menghangatkan badan “mas….., boleh gabung nggak….??” Tanya seorang
pendaki dan lima orang temannya. Sebuah Intonasi dan gaya bahasa yang sangat
asing untuk saya, Setelah beberapa menit ngobrol dengan mereka dan saling
berkenalan, akhirnya saya tahu mereka pendaki asal Jakarta. Kami ngobrol lama,
meskipun kesulitan dalam berbahasa saya selalu mencoba untuk berinteraksi
dengan mereka dikareakan mereka tidak paham dengan bahasa saya. Namun secara
pribadi saya bersyukur sebagai orang yang berasal dari Sulawesi tengah, kami
mampu beradaptasi dengan siapapun khususnya dengan orang di pulau jawa. Sambil
ngobrol bersama mereka saya melihat beberapa gerombolan pendaki yang tengah
jalan menuju puncak. Obrolan kami sampai pagi, kamipun beranjak dari tempat itu
menuju tenda masing-masing berniat melanjutkan tidurku yang semalam tertunda.
Tantangan
Berat Menuju puncak
Medan menuju puncak (Foto : Faaiz / El Capitan Indonesia) |
Perhitungan kamipun benar,
berapa jam perjalanan kami menemukan antrian yang cukup panjang mulai dari
arcopodo. Arcopodo ini juga dijadikan camp sebelum Summit Semeru oleh beberapa
pendaki. Beberapa tenda yang dibangun kami temui di sana. Sambil menunggu antrian
yang begitu panjang kami beristirahat sebari menghangatkan badan. Tak cukup 15
menit kamipun melanjutkan perjalanan dengan langkah sedikit demi sedikit akibat
antrian panjang yang menghiasi seluruh jalan itu hingga kami sampai di batas
vegetasi, cahaya berjajar panjang mengecil hingga ke puncak. Sebari berdoa
untuk keselamatan saya dan teman-teman. Tidak sedikit pendaki berbalik arah
dikarenakan tidak mampu menahan dingin. “Di atas dingin banget…..!!!” keluh
seorang pendaki asal Jakarta itu. Rasa takutku sesekali muncul, tapi dibekali
dengan semangat yang tinggi saya melawan rasa takut itu kemudian melanjutkan
tanjakan yang begitu miringnya ditambah sulitnya medan berpasir, wajah berdebu
meskipun sudah menggunakan masker.
Fajar pun tampak dari ujung
timur menambah semangat untuk melangkah, kami sampai di puncak tepat pukul
07.00. rasa bahagian bercampur dengan air mata. Puncak mahameru, Puncak
tertinggi di pulau jawa, bahagia bisa berada di atasnya. Ucapan syukurku pada
tuhan atas ciptaannya yang mengagungkan. Seakan rasa lelah terlupakan akibat
bahagia yang saya rasakan.
Setelah beberapa jam di
puncak kamipun kembali ke camp kalimati untuk mengemasi barang menuju
Ranukumbolo.
Ranu Kumbolo Danau Penuh Kejutan
Danau Ranu Kumbolo diselimuti salju (Dok. El Capitan Indonesia) |
Saat pagi, “Benjo”, sapaan
teman sekota saya, memaksa saya agar bangun “Faiz..,,, bangun ada salju di
luar…” teriaknnya dari luar. Saya terbangun namun hanya mampu membuka mata dan
tak mampu bergerak karena dingin yang luar biasa. Saya hanya bias mengintip
keluar melihat butiran-butiran salju yang menempel di sepatu dan peralatan
kami. Rasanya ingin keluar tapi tak mampu menahan rasa dingin. Tak lama
kemudian seorang teman dengan isengnya mengumpulkan butiran es dan
melemparkannya ke dalam tenda hingga mengenai pipiku, dengan kaget saya
melompat keluar tenda. Merekapun tertawa terbahak-bahak melihat tingkah teman
saya dan raut wajah panik saya. Saat di luar tenda saya terertegun dan tak
mampu berbicara melihat indahnya hemparan salju menyelimuti danau ranu kumbolo
dengan matahari pagi memerah mengintip
dari sebelah bukit danau ranukumbolo. Bergegas saya mengabadikan momen yang
mungkin hanya sekali saya temukan dan saya rasakan. Tak berhenti kami
mengabadikan momen itu, dengan niat sebagai oleh-oleh untuk teman di daerah
kami.
Matahari mulai meninggi, Tak
terasa salju perlahan mulai mencair seakan mengisyaratkan kepada kami bahwa
sudah saatnya untuk pulang. Kamipun berkemas meski berat rasanya untuk
meninggalkan tempat itu. Namun kami harus pulang untuk melanjutkan tujuan
petualangan kami selanjutnya. (*)
0 komentar:
Posting Komentar