Sejuta Keindahan Gunung Rinjani
Catatan Perjalanan
by : Abdul Humul Faiz (Elcapitan Indonesia)
Sagara Anak Dari Summit Rinjani (3726mdpl) / sumber : goole |
Sudah
lama saya bermimpi untuk berkunjung ke gunung ini. Yang konon menurut para
penggiat alam bebas adalah surga bagi bagi mereka. Rasa penasaran yang selalu
membebani di pikiran saya. Bukan hanya saya, bahkan gunung tersebut merupakan
mimpi bagi teman-teman di lembaga saya yaitu LPAP El Capitan Indenesia.
Sudah bertahun-tahun kami mengagendakan untuk menapaki puncak dengan ketinggian 3726 mdpl yang terletak pada lintang 8º25' LS dan 116º28' BT dan juga merupakan
Sudah bertahun-tahun kami mengagendakan untuk menapaki puncak dengan ketinggian 3726 mdpl yang terletak pada lintang 8º25' LS dan 116º28' BT dan juga merupakan
Dalam perjalanan ini saya
tidak hanya sendiri, Tapi ditemani oleh satu orang senior dan adik letting saya
di LPAP Elcapitan Indonesia, Sudirman
dan Bayu Saputra.
Gunung rinjani memiliki dua
pintu masuk. Yaitu Pintu Sembalun dan Senaru. Kami mengawali perjalanan di pintu
sembalun. Jika
berangkat pagi, Gunung Rinjani pasti Nampak dengan kokohnya dari kejauhan di
awal perjalanan. Menurut informasi didapatkan saat itu, Gunung itu nampak menjulang sepanjang
setengah dari utara lombok, Gunung Rinjani (3726m), adalah gunung berapi
tertinggi kedua Indonesia. Yang mana memiliki sejuta ,keindahan yang memanjakan
mata meski gunung terbilang ekstrim. Gunung
ini pula memiliki nilai spiritiual yang tinggi bagi orang Hindu Bali dan suku
sasak.
Bagi orang bali, Rinjani adalah satu dari tiga gunung yang disucikan karena dianggap tempat tinggal para dewa, setelah Semeru dan Agung.
Rinjani bagaikan dunia lain. sejak awal pendakian kami sudah disuguhi padang savana yang eksotis, hutan tropis yang memesona, serta perbukitan yang luar biasa indah. Awal pendakian kami sudah disuguhi pemandangan inidah.
Pos 2 saat malam. (Abdul Humul Faaiz / El Capitan Indonesia) |
Seharusnya,
kami melalui pintu masuk basecamp Sembalun. Namun, saat itu kami tiba pukul 08.00
(malam). Sehingga kami nekat melintasi
jalur tikus yang dipandu oleh salah seorang pemandu kami asal Mataram.
Menurutnya jalur itu kerap mereka lalui saat mengantar para pendaki. Bukan
hanya untuk mengindar pos penjagaan, namun jalur itu pula terbilang cepat meski
menghadapi beberapa tanjakan yang lumayan panjang. Berangkat pada pukul 09.00
malam, Targetnya kami harus menginap di Pos 2.
Sekitar
Sekitar pukul 12 malam kami tiba di Pos Dua. Dari sini kami rehat untuk mendirikan tenda
dan melanjutkan perjalanan pada pagi harinya.
Banyak hal menarik di gunung ini. Berbeda dengan gunung yang kami kunjungi sebelumnya. Padang yang bertiup membuat ilalang-ilalang melambai bagai jutaan rajutan yang begitu indah. Ada eksotisme yang tidak terbantahkan. Saya pribadi merasa beruntung saat kabut mulai turun karena sedikit mengurangi sengatan matahari saat itu.
Selama perjalanan, saya sering berpapasan dengan pendaki asing. Tidak heran, gunung Rinjani memang salah satu daya tarik wisata yang terkenal di mancanegara. Saya sempat berbincang dengan salah satu bule dan dia berkata, ‘Indonesia was really beautiful..’, saya hanya tersenyum dan berkata, ‘Indeed..’
Bukit Penyesalan. (Abdul Humul Faaiz / El Capitan Indonesia) |
Kabut
menemani saat mendekati Plawangan Sembalun.
Sesaat sebelum matahari terbenam,
saya sampai di pos tiga. Di tempat kami istirahat sejenak sambil mengatur
nafas untuk tantangan selanjutnya. Namanya terdengar mengerikan. Bukit
penyiksaan adalah nama tempat yang kami lewati pada pendakian hari kedua.
Perbukitan terjal ini memang membuat kami tersiksa karena tanjakan yang seakan
tak pernah habis. Disini
kami sering menemukan puncak semu, karena dari kejauhan seperti puncak bukit
tetapi sebenarnya bukit-bukit berikutnya masih tertutup kabut.
Sesampainya di pos plawangan sembalun, awan sudah berada sejajar dengan kaki kami. Disini hawanya memang lain, sudah terasa benar-benar di alam liar, alam para petualang.
Plawangan sembalun sore hari, sunset, ditemani bunga edelweiss, dan awan dibawah kaki. Fantastis! Indonesia memang luar biasa!
Plawangan sembalun adalah pos terakhir sebelum puncak, dengan ketinggian sekitar 2700 mdpl. Puncak Rinjani berada di ketinggian 3726 mdpl. Berarti masih ada sekitar satu km vertikal, saya jadi malas membayangkannya saat itu.
Bagaimanapun,
saya akan summit attack pas jam 02.00
dini hari. Sisa-sisa tenaga saya kumpulkan demi puncak rinjani. Daypack,
headlamp, makanan kecil, P3K, air serta doa yang saya bawa.
Target saya tepat
saat subuh saya sudah di puncak dan mengambil foto sunrise dari sana. Sayangnya,
kami ketiduran hingga lupa akan summit attack. Kami tersadar saat mata hari
mulai mengintip dari ujung timur sembalun.
Puncak sebalun adalah salah saatu panorama indah di Gunung Rinjani (Abdul Humul Faaiz / El Capitan Indonesia) |
Di puncak sembalun, kami mengisi waktu kami dengan membersihkan kawasan camp bersama teman pendaki lain. Memang terlihat banyak sampah berserakan di sepanjang perjalanan kami di gunung ini. Sedikit kecewa dengan tidak terawatnya lingkungan di kawasan yang menjadi idola para pendaki gunung itu. Kamipun melakukan aksi bersih-bersih meski tak spenuhnya sampah-sampah bias kami jangkau.
Disini pula saya bertemu beberapa ekor monyet penghuni gunung rinjani. Mereka adalah hewan liar. Namun begitu dekat dengan manusia. “mereka juga penyebab kotornya gunung rinjani ini” sebut salah satu pemandu kami. Tapi menurutku manusia juga perlu disalahkan juga karena membuang sambah sembarangan.
Saat malam tiba kami sepakat tidak tidur hingga waktu Summit Attack. Terdengar bodoh, tapi kami tak mau kecolongan untuk kedua kalionya. Saya dan salah satu teman sepakat tidak tidur hingga pukul 02.00 dini hari.
Jalur menuju puncak adalah pasir, mirip seperti di semeru. Jalur ini sangat mengerikan, kiri-kanan nampak jelas jurang yang menganga lebar. Saya sangat setuju summit attack dimulai malam hari sehingga mental kita tidak jatuh duluan melihat jalurnya.
Sebenarnya, saat di pertengahan tanjakan pasir saya sudah tidak kuat lagi. Ingin sekali diam di tempat akibat tidak mapu menahan hembusan angin yang menusuk hingga ke tulang. Beruntung ada beberapa batu yang dijadikan pelindung. Saat itu memang waktu angin kencang namun masi dapat di lalui.
Break the limit. Itu kata-kata yang selalu ada di pikiran saya. Rinjani mengajarkan saya untuk selalu tidak menyerah dalam keadaan apapun. Langkah demi langkah saya jalani, walaupun terkadang kaku akibat dingin dan langkah kaki kerap terjebak di pasir, yang hanya perlu saya lakukan hanyalah melangkah dan terus berdoa.
Dan…
sayapun berada di Puncak Rinjani..
Puncak Rinjani!
Pose pengibaran bendera El Capitan Indonesia di Puncak Rinjani 3726mdpl (Dok El Capitan Indonesia) |
Ingin
menangis rasaya tapi malu hehehehehe.
Dari puncak 3726 meter di atas permukaan laut, saya bisa melihat semua sisi pulau lombok, bahkan pulau bali dan sumba!
Dari puncak 3726 meter di atas permukaan laut, saya bisa melihat semua sisi pulau lombok, bahkan pulau bali dan sumba!
Di
kejauhan terlihat Gunung Agung di Bali berdiri dengan angkuhnya. Melihat
kaldera rinjani dengan garis enam kilometer, saya merasa bagaikan buih di
lautan.
Setelah
bersalaman dengan setiap orang di Puncak dan sedikit mengabadikan moment, saya harus segera
turun karena puncak akan panas sekali dan persediaan air pun tinggal sedikit.
Saat melihat jalur turun, saya sedikit merinding. Tetapi jika kita telah
menemukan iramanya, kita bisa seperti bermain “ski pasir”, asalkan hati-hati
jangan sampai terperosok ke jurang.
Sesampainya
di plawangan kembali, saya beristirahat sebentar dan bersiap untuk turun ke
Danau segara anak.
Danau sagara anak 1700mdpl |
Danau segara anak berada di ketinggian 1700 mdpl. Jalurnya cukup berbahaya, karena banyak sekali bebatuan dan pasir. Hati-hati berpijak disini.
Danau
segara anak memberikan kejutan yang luar biasa, hot spring! Ahhh, rasanya
nikmat sekali berendam di air panas setelah perjalanan yang melelahkan. Rinjani
memang penuh dengan kejutan. Saya hampir berendam disana dua jam lebih ditemani
sama monyet-monyet liar yang ingin mencuri makanan.
Saat perjalanan pulang, terjadi sedikit insiden, kami kehabisan air. Entah mengapa sumber mata air di pos tiga dan pos dua jalur senaru semuanya kering. Padahal menurut informasi dari atas dan dari porter yang kami tanya, ada sumber air disana. Akhirnya kita ditolong tim yang sudah turun duluan, mereka membawakan air dan menunggu di pos satu.
Sesampainya
di pintu gerbang desa senaru, hanya rasa syukur yang saya rasakan. Saya pun
langsung menaiki truk untuk kembali ke kota Mataram. Setelah singgah semalam di
rumah seorang rekan, esok harinya saya pun kembali ke Jakarta setelah mampir
sebentar ke pantai Kuta.(**)
0 komentar:
Posting Komentar